Sumber Ilmu

10 Nama Pahlawan Revolusi Yang Gugur Saat Tragedi G30S

Tahukah anda apa gelar pahlawan revolusi, siapa saja yang menyandang gelar pahlawan revolusi dan apa hubungannya dengan G30S?.. Pahlawan Revolusi adalah gelar pahlawan yang diberikan kepada sejumlah perwira militer yang gugur pada peristiwa G30S tahun 1965. G30S merupakan kepanjangan dari Geraka 30 September atau sering juga di sebut GESTAPU gerakan september tiga puluh. Yaitu peristiwa pergerakan partai komunis indonesia PKI yang mencoba melakukan kudeta dengan cara membunuh 6 perwira tinggi militer dan beberapa orang lainnya, yang dilakukan pada malam 30 september 1965.

Nama dan Biografi Singkat Pahlawan Revolusi

1.Jenderal Ahmad Yani
Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani lahir di Jawa Tengah, 19 Juni 1922  meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun. Adalah komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dan dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September. Ahmad Yani lahir di Jenar Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Juni 1922 di keluarga Wongsoredjo, keluarga yang bekerja di sebuah pabrik gula yang dijalankan oleh pemilik Belanda. Pada tahun 1927, Yani pindah dengan keluarganya ke Batavia, di mana ayahnya kini bekerja untuk General Belanda. Di Batavia, Yani bekerja jalan melalui pendidikan dasar dan menengah. Pada tahun 1940, Yani meninggalkan sekolah tinggi untuk menjalani wajib militer di tentara Hindia Belanda pemerintah kolonial. Ia belajar topografi militer di Malang, Jawa Timur, tetapi pendidikan ini terganggu oleh kedatangan pasukan Jepang pada tahun 1942. Pada saat yang sama, Yani dan keluarganya pindah kembali ke Jawa Tengah.Pada tahun 1943, ia bergabung dengan tentara yang disponsori Jepang Peta (Pembela Tanah Air), dan menjalani pelatihan lebih lanjut di Magelang. Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Yani meminta untuk dilatih sebagai komandan peleton Peta dan dipindahkan ke Bogor, Jawa Barat untuk menerima pelatihan. Setelah selesai, ia dikirim kembali ke Magelang sebagai instruktur.

2.Letnan Jenderal R. Suprapto
Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto lahir di Jawa Tengah, 20 Juni 1920. Meninggal di Lubangbuaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 45 tahun. Adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu korban dalam G30SPKI dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.Suprapto yang lahir di Purwokerto ini boleh dibilang hampir seusia dengan Panglima Besar Sudirman. Usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari sang Panglima Besar. Pendidikan formalnya setelah tamat MULO (setingkat SLTP) adalah AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun 1941. Sekitar tahun itu pemerintah Hindia Belanda mengumumkan milisi sehubungan dengan pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah ia memasuki pendidikan militer pada Koninklijke Militaire Akademie di Bandung. Pendidikan ini tidak bisa diselesaikannya sampai tamat karena pasukan Jepang sudah keburu mendarat di Indonesia. Oleh Jepang, ia ditawan dan dipenjarakan, tapi kemudian ia berhasil melarikan diri. Selepas pelariannya dari penjara, ia mengisi waktunya dengan mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Dan setelah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di awal kemerdekaan, ia merupakan salah seorang yang turut serta berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Selepas itu, ia kemudian masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara, sebab sebelumnya walaupun ia ikut dalam perjuangan melawan tentara Jepang seperti di Cilacap, namun perjuangan itu hanyalah sebagai perjuangan rakyat yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.

3.Letnan Jenderal Haryono
Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di kota Surabaya Jawa Timur, 20 Januari 1924. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 41 tahun. Adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia yang terbunuh pada persitiwa G30S PKI. Letjen Anumerta M.T. Haryono sebelumnya memperoleh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, namun tidak sampai tamat.Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, ia yang sedang berada di Jakarta segera bergabung dengan pemuda lain untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat Mayor.Selama terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan yakni antara tahun 1945 sampai tahun 1950, ia sering dipindahtugaskan. Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung, kemudian sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda. Suatu kali ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan di lain waktu sebagai Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

4.Letnan Jenderal Siswondo Parman
Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman lahir di Wonosobo Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 47 tahun. Siswondo Parman atau lebih dikenal dengan nama S. Parman adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Ia meninggal dibunuh pada persitiwa Gerakan 30 September dan mendapatkan gelar Letnan Jenderal Anumerta. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.Parman merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang kegiatan PKI. Dia termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan serta posisinya sebagai pejabat intelijen yang tahu banyak tentang PKI, membuatnya menjadi korban penculikan oleh Resimen Tjakrabirawa yang dipimpin Serma Satar. Penculikannya diduga diatur oleh kakak kandungnya sendiri, yaitu Ir. Sakirman yang merupakan petinggi di Politbiro CC PKI kala itu.

5.Mayor Jenderal Pandjaitan
Brigadir Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Sumatera Utara, 19 Juni 1925. Meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 40 tahun) adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI. Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi. Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan melancarkan pemberontakan.

6.Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
Mayor Jendral TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo lahir di Jawa Tengah, 28 Agustus 1922. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun. adalah seorang perwira tinggi TNI-AD yang diculik dan kemudian dibunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September di Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Sutoyo bergabung ke dalam bagian Polisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Hal ini kemudian menjadi Polisi Militer Indonesia. Pada Juni 1946, ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Soebroto, komandan Polisi Militer. Ia terus mengalami kenaikan pangkat di dalam Polisi Militer, dan pada tahun 1954 ia menjadi kepala staf di Markas Besar Polisi Militer. Dia memegang posisi ini selama dua tahun sebelum diangkat menjadi asisten atase militer di kedutaan besar Indonesia di London. Setelah pelatihan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung dari tahun 1959 hingga 1960, ia diangkat menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat, kemudian karena pengalaman hukumnya, pada tahun 1961 ia menjadi inspektur kehakiman/jaksa militer utama. Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, anggota Gerakan 30 September yang dipimpin oleh Sersan Mayor Surono masuk ke dalam rumah Sutoyo di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka masuk melalui garasi di samping rumah. Mereka memaksa pembantu untuk menyerahkan kunci, masuk ke rumah itu dan mengatakan bahwa Sutoyo telah dipanggil oleh Presiden Soekarno. Mereka kemudian membawanya ke markas mereka di Lubang Buaya. Di sana, dia dibunuh dan tubuhnya dilemparkan ke dalam sumur yang tak terpakai. Seperti rekan-rekan lainnya yang dibunuh, mayatnya ditemukan pada 4 Oktober dan dia dimakamkan pada hari berikutnya. Dia secara anumerta dipromosikan menjadi Mayor Jenderal dan menjadi Pahlawan Revolusi.

7.Kapten Pierre Tendean
Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean lahir 21 Februari 1939 – meninggal 1 Oktober 1965 pada umur 26 tahun. adalah seorang perwira militer Indonesia yang menjadi salah satu korban peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965. Mengawali karier militer dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution dengan pangkat letnan satu, ia dipromosikan menjadi kapten anumerta setelah kematiannya. Tendean dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan bersama enam perwira korban G30S lainnya, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965. Pierre Andreas Tendean terlahir dari pasangan Dr. A.L Tendean, seorang dokter yang berdarah Minahasa, dan Cornet M.E, seorang wanita Indo yang berdarah Perancis, pada tanggal 21 Februari 1939 di Batavia (kini Jakarta), Hindia Belanda. Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara; kakak dan adiknya masing-masing bernama Mitze Farre dan Rooswidiati. Tendean mengenyam sekolah dasar di Magelang, lalu melanjutkan SMP dan SMA di Semarang tempat ayahnya bertugas. Sejak kecil, ia sangat ingin menjadi tentara dan masuk akademi militer, namun orang tuanya ingin ia menjadi seorang dokter seperti ayahnya atau seorang insinyur. Karena tekadnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.Pada pagi tanggal 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September (G30S) mendatangi rumah Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di ruang belakang rumah Jenderal Nasution terbangun karena suara tembakan dan ribut-ribut dan segera berlari ke bagian depan rumah. Ia ditangkap oleh gerombolan G30S yang mengira dirinya sebagai Nasution karena kondisi rumah yang gelap. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar. Tendean lalu di bawa ke sebuah rumah di daerah Lubang Buaya bersama enam perwira tinggi lainnya. Ia ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama enam jasad perwira lainnya.

8.AIP Karel Satsuit Tubun
Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun (lahir di Maluku Tenggara, 14 Oktober 1928 – meninggal di Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 36 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah seorang korban Gerakan 30 September pada tahun 1965. Ia adalah pengawal dari J. Leimena.Karel Satsuit Tubun lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Ketika telah dewasa ia memutuskan untuk masuk menjadi anggota POLRI. Ia pun diterima, lalu mengikuti Pendidikan Polisi, setelah lulus, ia ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi. Ia pun ditarik ke Jakarta dan memiliki pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau sekarang Bhayangkara Satu Polisi. Ketika Bung Karno mengumandangkan Trikora yang isinya menuntut pengembalian Irian Barat kepada Indonesia dari tangan Belanda. Seketika pula dilakukan Operasi Militer, ia pun ikut serta dalam perjuangan itu. Setelah Irian barat berhasil dikembalikan, ia diberi tugas untuk mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Berangsur-angsur pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi. Karena mengganggap para pimpinan Angkatan Darat sebagai penghalang utama cita-citanya. Maka PKI merencanakan untuk melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah Perwira Angkatan Darat yang dianggap menghalangi cita-citanya. Salah satu sasarannya adalah Jenderal A.H. Nasution yang bertetangga dengan rumah Dr. J. Leimena. Gerakan itu pun dimulai, ketika itu ia kebagian tugas jaga pagi. Maka, ia menyempatkan diri untuk tidur. Para penculik pun datang, pertama-tama mereka menyekap para pengawal rumah Dr. J. Leimena. Karena mendengar suara gaduh maka K.S. Tubun pun terbangun dengan membawa senjata ia mencoba menembak para gerombolan PKI tersebut. Malang, gerombolan itu pun juga menembaknya. Karena tidak seimbang K.S. Tubun pun tewas seketika setelah peluru penculik menembus tubuhnya.

9.Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumo
Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo (lahir di Sragen, Jawa Tengah, 5 Februari 1923 – meninggal di Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 42 tahun) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Katamso termasuk tokoh yang terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Yogyakarta.

10. Kolonel Sugiono
Kolonel Anumerta R. Sugiyono Mangunwiyoto (lahir di Gedaren, Sumbergiri, Ponjong, Gunung Kidul, 12 Agustus 1926 – meninggal di Kentungan, Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 39 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia yang merupakan salah seorang korban peristiwa Gerakan 30 September.Kol. Sugiyono menikah dengan Supriyati. Mereka memiliki anak enam orang laki-laki; R. Erry Guthomo (l. 1954), R. Agung Pramuji (l. 1956), R. Haryo Guritno (l. 1958), R. Danny Nugroho (l. 1960), R. Budi Winoto (l. 1962), dan R. Ganis Priyono (l. 1963); serta seorang anak perempuan, Rr. Sugiarti Takarina (l. 1965), yang lahir setelah ayahnya meninggal. Nama Sugiarti Takarina diberikan oleh Presiden Sukarno.Ia dimakamkan di TMP Semaki, Yogyakarta.
READMORE
 

Biografi HOS Cokroaminoto - Pahlawan Nasional

HOS Cokroaminoto

Biografi HOS CokroaminotoBiografi HOS Cokroaminoto. Beliau dikenal sebagai Salah satu Pahlawan Nasional. Nama lengkap beliau adalah Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau H.O.S Cokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882 dan meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo. Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, ia mempunyai beberapa murid yang selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia, yaitu Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis. Namun ketiga muridnya itu saling berselisih. Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi Sarekat Islam.

Sebagai pimpinan Sarikat Islam, HOS dikenal dengan kebijakan-kebijakannya yang tegas namun bersahaja. Kemampuannya berdagang menjadikannya seorang guru yang disegani karena mengetahui tatakrama dengan budaya yang beragam. Pergerakan SI yang pada awalnya sebagai bentuk protes atas para pedagang asing yang tergabung sebagai Sarekat Dagang Islam yang oleh HOS dianggap sebagai organisasi yang terlalu mementingkan perdagangan tanpa mengambil daya tawar pada bidang politik. Dan pada akhirnya tahun 1912 SID berubah menjadi Sarekat Islam.
   Seiring perjalanannya, SI digiring menjadi partai politik setelahmendapatkan status Badan Hukum pada 10 September 1912 oleh pemerintah yang saat itu dikontrol oleh Gubernur Jenderal Idenburg. SI kemudian berkembang menjadi parpol dengan keanggotaan yang tidak terbatas pada pedagang dan rakyat Jawa-Madura saja. Kesuksesan SI ini menjadikannya salah satu pelopor partai Islam yang sukses saat itu.

Perpecahan SI menjadi dua kubu karena masuknya infiltrasi komunisme memaksa HOS Cokroaminoto untuk bertindak lebih hati-hati kala itu. Ia bersama rekan-rekannya yang masih percaya bersatu dalam kubu SI Putih berlawanan dengan Semaun yang berhasil membujuk tokoh-tokoh pemuda saat itu seperti Alimin, Tan Malaka, dan Darsono dalam kubu SI Merah. Namun bagaimanapun, kewibaan HOS Cokroaminoto justru dibutuhkan sebagai penengah di antara kedua pecahan SI tersebut, mengingat ia masih dianggap guru oleh Semaun. Singkat cerita jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin lebar saat muncul pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang Pan-Islamisme (apa yang selalu menjadi aliran HOS dan rekan-rekannya). Hal ini mendorong Muhammadiyah pada Kongres Maret 1921 di Yogyakarta untuk mendesak SI agar segera melepas SI merah dan Semaun karena memang sudah berbeda aliran dengan Sarekat Islam. Akhirnya Semaun dan Darsono dikeluarkan dari SI dan kemudian pada 1929 SI diusung sebagai Partai Sarikat Islam Indonesia hingga menjadi peserta pemilu pertama pada 1950.

HOS Cokroaminoto hingga saat ini akhirnya dikenal sebagai salah satu pahlawan pergenakan nasional yang berbasiskan perdagangan, agama, dan politik nasionalis. Kata-kata mutiaranya seperti “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat” akhirnya menjadi embrio pergerakan para tokoh pergerakan nasional yang patriotik, dan ia menjadi salah satu tokoh yang berhasil membuktikan besarnya kekuatan politik dan perdagangan Indonesia. H.O.S. Cokroaminoto meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934 pada usia 52 tahun.
READMORE
 

Biografi Pahlawan K.H. Samanhudi

Samanhudi

 Samanhudi

Nama Lengkap : Samanhudi
Alias : Kyai Haji Samanhudi | KH Samanhudi | Wiryowikoro | Sudarno Nadi
Profesi : Pahlawan Nasional
Agama : Islam
Tempat Lahir : Laweyan,Surakarta,Jawa Tengah
Warga Negara : Indonesia

BIOGRAFI

Samanhudi tokoh yang terkenal sebagai pejuang dan pendiri Sarekat Dagang Islam ini lahir di Laweyan, Surakarta Jawa Tengah pada tahun 1868. Masyarakat sekitarnya sering memanggilnya dengan panggilan Kyai Haji Samanhudi. Dia juga memiliki nama kecil Sudarno Nadi, pemberian kedua orang tuanya dari sejak lahir. Latar belakang pendidikan Samanhudi hanya sampai tingkat Sekolah Dasar, akan tetapi walaupun Samanhudi tidak melanjutkan pendidikannya, dia tetap belajar mendalami ilmu Agama Islam di kota Surabaya.

Belajar sambil bekerja, itulah kegiatan Samanhudi semenjak tamat dari Sekolah Dasar. Samanhudi mulai kegiatan di luar belajar Agama Islam dengan berdagang batik di Surabaya. Setelah terjun dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasa jiwa dagang semakin melekat pada dirinya, cara berpikirnya pun dapat diterima di masyarakat pada saat itu. Wawasan dalam dunia dagang pun semakin luas, dan Samanhudi mulai melihat ada perlakuan berbeda yang dilakukan pengusaha Hindia Belanda antara pedagang pribumi yang beragama Islam dengan pedagang Tionghoa.

Dari pandangan Samanhudi ini, maka dia mendirikan Sarekat Dagang Islam pada tahun 1911 tepatnya di kota Solo. Awalnya organisasi ini merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta yang bertujuan untuk membela kepentingan pedagang Indonesia.

Samanhudi menjabat sebagai ketua organisasi Sarekat Dagang Islam yang berubah menjadi Sarekat Islam pada tanggal 10 September 1912 - 1914. Kesehatan Samanhudi mulai terganggu sejak tahun 1920 yang mana menjadikan dia tidak aktif lagi dalam organisasi tersebut.

Kesehatan menurun tidak menghalangi Samanhudi untuk terus menginspirasi ide-ide cemerlangnya terhadap Pergerakan Nasional. Samanhudi dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No 590 tahun 1961 pada tanggal 09 November 1961 setelah wafatnya pada tanggal 28 Desember 1956 di Klaten. Dan Oemar Said Tjokroaminoto adalah pengganti Samanhudi dalam kepemimpinan Sarekat Islam.

Riset dan analisa oleh Eko Setiawan

KARIR

  • Pendiri Sarekat Dagang Islam

PENGHARGAAN

  • Gelar Pahlawan Nasional

READMORE
 

Biografi Pahlawan Mohammad Hoesni Thamrin

Mohammad Hoesni Thamrin

Mohammad Hoesni Thamrin

Nama Lengkap : Mohammad Hoesni Thamrin
Alias : Mohammad Husni Thamrin
Profesi : Pahlawan Nasional
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Jumat, 16 Februari 1894
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia
Ayah : Pahlawan Nasional Indonesi
 

BIOGRAFI

Thamrin adalah tokoh Betawi yang memiliki darah Belanda dari kakeknya, sedangkan ayahnya seorang Wedana tahun 1908 di bawah Bupati. Setelah menyelesaikan pendidikannya di sebuah sekolah Belanda Koning Willem II, Thamrin bekerja di kepemerintahan sebelum akhirnya bekerja di perusahaan perkapalan Koniklijke Paketvaart-Maatschappij tahun 1927.

Thamrin terpilih menjadi Dewan Kota Jakarta di tahun 1919 kemudian tahun 1935 dipercaya menjadi anggota Volksraad dewan rakyat mewakili kelompok Probumi/Inlander, tahun 1939 melalui mosinya meminta Indonesia, Indonesisch, dan Indonesier (Indonesia, Bahasa Indonesia, dan Rakyat Indonesia) digunakan sebagai pengganti Nederlands Indie, Nederlands Indische dan Inlander. Berasal dari keluarga menengah dengan sebagian darah Belanda mengaliri tubuhnya tak membuat luntur Thamrin membela rakyat Indonesia, di dalam Volksraad sering kali dia menunjukkan perlawanan akan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada Indonesia dan hanya menguntungkan Belanda seperti pembangunan perumahan elit Menteng dengan anggaran prioritas daripada perbaikan perkampungan kumuh, juga penetapan harga beli komoditas hasil rakyat yang lebih rendah daripada hasil perkebunan swasta Belanda, juga terkait pajak serta anggaran untuk angkatan perang yang jauh lebih tinggi daripada anggaran untuk pertanian.

Sahabat Soekarno ini juga aktif di organisasi Partai Indonesia Raya (Parindra) sejak bergabung tahun 1935 bahkan tahun 1938 terpilih sebagai Ketua saat dokter Sutomo. Husni Thamrin merupakan salah satu pelopor bergabungnya 4 organisasi nasional dalam 1 nama Gaboengan Politiek Indonesia (GAPI) di bulan Mei 1939 yang memiliki 4 tujuan utama: Indonesia menentukan nasib sendiri, persatuan nasional, pemilihan secara demokrasi, dan solidaritas antara warga Indonesia dan Belanda untuk memerangi fasisme.

Pada 6 januari 1941 atas tuduhan bekerja sama dengan Jepang, Husni thamrin dikenakan tahanan rumah dan tidak boleh mendapat kunjungan dari siapapun hingga 5 hari kemudian meninggal tanggal 11 Januari 1941 dan dimakamkan di pekuburan Karet, Jakarta

Riset dan analisa oleh Eko Setiawan

PENDIDIKAN

  • Koning Williem II

KARIR

  • Kantor Kepatihan
  • Kantor Karesidenan
  • Perusahan Pelayaran Koninglijke
  • Paketvaart (KPM), Tahun 1927
  • Anggota Volksraad, Tahun 1935

PENGHARGAAN

  • Pahlawan Nasional Indonesia
 

 

READMORE
 

Biografi Jenderal Gatot Subroto - Pahlawan Nasional

Jenderal Gatot Subroto

Biografi Jenderal Gatot SubrotoBiografi Jenderal Gatot Subroto. Beliau lahir di Banyumas 10 Oktober 1909. Ia dikenal sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Sejak anak-anak sudah menunjukkan watak seorang pemimpin. Dia memiliki keberanian, ketegasan, tanggung jawab, dan berpantang akan kesewenangan. Pengalaman tidak manis pernah dialaminya ketika masih bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS). Karena berkelahi dengan seorang anak Belanda, dia akhirnya dikeluarkan dari sekolah tersebut. Kasus itu sudah cukup menunjukkan bahwa sejak kecil dirinya sudah memiliki sifat pemberani dan tegas. Di kala orang tidak ada yang berani menantang anak-anak Belanda yang merasa lebih tinggi derajatnya dari kaum pribumi, Gatot Subroto dengan tanpa gentar sedikitpun maju menantang.

Dikeluarkan dari sekolah ELS dia kemudian masuk ke sekolah Holands Inlandse School (HIS). Dari sana, dia akhirnya menyelesaikan pendidikan formalnya. Namun setamat HIS, dia memilih tidak meneruskan pendidikannya ke sekolah yang lebih tinggi, tetapi bekerja sebagai pegawai. Pilihannya menjadi pegawai tersebut ternyata juga tidak memuaskan jiwanya. Dia kemudian keluar dari pekerjaanya dan masuk sekolah militer di Magelang pada tahun 1923. Setelah menyelesaikan pendidikan militer, Gatot pun menjadi anggota KNIL (Tentara Hindia Belanda) hingga akhir pendudukan Belanda di Indonesia.

Tentara yang aktif dalam tiga zaman ini pernah menjadi Tentara Hindia Belanda (KNIL) pada masa pendudukan Belanda, anggota Pembela Tanah Air (Peta) pada masa pendudukan Jepang dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) setelah kemerdekaan Indonesia serta turut menumpas PKI pada tahun 1948. Ia juga menjadi penggagas terbentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Berpendirian tegas dan memiliki solidaritas yang tinggi, merupakan ciri khas dari Jenderal Gatot Subroto. Pria lulusan Sekolah Militer Magelang masa pemerintahan Belanda, ini paling tidak bisa mentolerir setiap tindak kezaliman, walau oleh siapapun dan kapanpun.

Ketika Perang Dunia ke II bergolak, pasukan Belanda berhasil ditaklukkan pasukan Jepang. Indonesia yang sebelumnya merupakan daerah pendudukan Belanda beralih jadi kekuasaan pemerintah Kerajaan Jepang. Pada masa Pendudukan Jepang ini, Gatot pun langsung mengikuti pendidikan Tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yakni pendidikan dalam rangka perekrutan tentara pribumi oleh pemerintahan Jepang di Indonesia. Tamat dari pendidikan Peta, dia diangkat pemerintah Jepang menjadi komandan kompi di Sumpyuh, Banyumas dan tidak berapa lama kemudian dinaikkan menjadi komandan batalyon.
Foto Jenderal Gatot Subroto
Jenderal Gatot Subroto
Kesertaan Gatot Subroto menjadi anggota KNIL maupun Peta tidaklah mengindikasikan dirinya seorang kaki tangan.
 
pihak kolonial atau jiwa kebangsaannya yang rendah. Tapi hal itu hanyalah sebatas pekerjaan yang sudah lumrah zaman itu. Jiwa kebangsaan Gatot Subroto tetap tinggi. Di dalam menjalankan tugasnya sebagai tentara pendudukan, perlakuannya sering terlihat memihak kepada rakyat kecil.
Perlakuan itu bahkan sering diketahui atasannya sehingga dia sering mendapat teguran. Bahkan karena begitu tebalnya perhatian dan solider terhadap kaumnya, sering sebagian dari gajinya disumbangkan untuk membantu keluarga orang hukuman yang ada di bawah pengawasannya. Begitu juga halnya pada masa pendudukan Jepang, dia sering menentang orang Jepang yang bertindak kasar terhadap anak buahnya.
Terhadap bawahannya, Gatot juga terkenal sebagai seorang pimpinan yang sangat perhatian. Namun walaupun begitu, sebagai militer, tanpa pandang bulu dia juga sangat tegas terhadap anak buahnya yang melanggar disiplin.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Gatot langsung masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), tentara bentukan pemerintah Indonesia sendiri dan merupakan tentara resmi RI yang dalam perjalanannya kemudian berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Sejak kemerdekaan hingga pengakuan kedaulatan kemerdekaan RI atau pada masa Perang Kemerdekaan yakni antara tahun 1945-1950, dia dipercayai memegang beberapa jabatan penting. Pernah dipercaya menjadi Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya.

Bersamaan di saat dirinya menjabat Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya, pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun pun bergolak yakni pada bulan September 1948. Pemberontakan yang didalangi oleh Muso itu akhirnya berhasil diatasi dengan gemilang. Setelah banyak terjadi peristiwa dalam mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda, pengakuan kedaulatan republik ini pun berhasil diperoleh. Pasca pengakuan kedaulatan itu, Gatot Subroto semakin dipercaya mengemban tugas yang lebih tinggi. Dia diangkat menjadi Panglima Tentara & Teritorium (T & T) IV I Diponegoro.
Monumen Jenderal Gatot Subroto
Patung Jenderal Gatot Subroto
Namun karena sesuatu hal pada tahun 1953, dia sempat mengundurkan diri dari dinas militer. Namun tiga tahun kemudian dia diaktifkan kembali sekaligus diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad). Di kalangan militer, dia dikenal sebagai seorang pimpinan yang mempunyai perhatian besar terhadap pembinaan perwira muda. Menurutnya, salah satu cara untuk membina perwira muda adalah dengan menyatukan akademi militer setiap angkatan yakni Angkatan Darat, Laut, dan Udara, menjadi satu akademi. Gagasan tersebut akhirnya terwujud dengan terbentuknya Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI).
Gatot Subroto akhirnya meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1962, pada usia 55 tahun. Sang Jenderal ini dimakamkan di desa Sidomulyo, kecamatan Ungaran Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Atas jasa-jasanya yang begitu besar bagi negara, seminggu setelah kematiannya, Jenderal Gatot Subroto dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang dikuatkan dengan SK Presiden RI No.222 Tahun 1962, tgl 18 Juni 1962.
READMORE
 

Biografi Pahlawan Nasional Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara

Biografi Ki Hajar Dewantara - Pahlawan IndonesiaBiografi Ki Hajar Dewantara - Pahlawan Indonesia. Tokoh berikut ini dikenal sebagai pelopor pendidikan untuk masyarakat pribumi di Indonesia ketika masih dalam masa penjajahan Kolonial Belanda. Mengenai profil Ki Hajar Dewantara sendiri, beliau terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian kita kenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Beliau sendiri lahir di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889, Hari kelahirannya kemudian diperingati setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau sendiri terlahir dari keluarga Bangsawan, ia merupakan anak dari GPH Soerjaningrat, yang merupakan cucu dari Pakualam III. Terlahir sebagai bangsawan maka beliau berhak memperoleh pendidikan untuk para kaum bangsawan.

Mulai Bersekolah dan Menjadi Wartawan

Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda dan juga kaum bangsawan. Selepas dari ELS ia kemudian melanjutkan pendidikannya di STOVIA yaitu sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada masa kolonial Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Meskipun bersekolah di STOVIA, Ki Hadjar Dewantara tidak sampai tamat sebab ia menderita sakit ketika itu.

Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa itu, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Gaya penulisan Ki Hadjar Dewantara pun cenderung tajam mencerminkan semangat anti kolonial. Seperti yang ia tuliskan berikut ini dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker :
..Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.
Tulisan tersebut kemudian menyulut kemarahan pemerintah Kolonial Hindia Belanda kala itu yang mengakibatkan Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan kemudian ia diasingkan ke pulau Bangka dimana pengasingannya atas permintaannya sendiri. Pengasingan itu juga
 
mendapat protes dari rekan-rekan organisasinya yaitu Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo yang kini ketiganya dikenal sebagai 'Tiga Serangkai'. Ketiganya kemudian diasingkan di Belanda oleh pemerintah Kolonial.

Masuk Organisasi Budi Utomo

Berdirinya organisasi Budi Utomo sebagai organisasi sosial dan politik kemudian mendorong Ki Hadjar Dewantara untuk bergabung didalamnya, Di Budi Utomo ia berperan sebagai propaganda dalam menyadarkan masyarakat pribumi tentang pentingnya semangat kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Munculnya Douwes Dekker yang kemudian mengajak Ki Hadjar Dewantara untuk mendirikan organisasi Indische Partij.

Dipengasingannya di Belanda kemudian Ki Hadjar Dewantara mulai bercita-bercita untuk memajukan kaumnya yaitu kaum pribumi. ia berhasil mendapatkan ijazah pendidikan yang dikenal dengan nama Europeesche Akte atau Ijazah pendidikan yang bergengsi di belanda. Ijazah inilah yang membantu beliau untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang akan ia buat di Indonesia. Di Belanda pula ia memperoleh pengaruh dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Kembali Ke Indonesia dan Mendirikan Taman Siswa

Kemudian pada tahun 1919, ia kembali ke Indonesia dan langsung bergabung sebagai guru di sekolah yang didirikan oleh saudaranya. Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah tersebut kemudian digunakannya untuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode pengajaran pada sekolah yang ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922, sekolah tersebut bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian kita kenal sebagai Taman Siswa.

Di usianya yang menanjak umur 40 tahun, tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat resmi mengubah namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara, hal ini ia maksudkan agar ia dapat dekat dengan rakyat pribumi ketika itu.

Semboyan Ki Hadjar Dewantara

Ia pun juga membuat semboyan yang terkenal yang sampai sekarang dipakai dalam dunia pendidikan Indonesia yaitu :
  • Ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh).
  • Ing madyo mangun karso, (di tengah memberi semangat).
  • Tut Wuri Handayani, (di belakang memberi dorongan).

Penghargaan Pemerintah Kepada Ki Hadjar Dewantara

Selepas kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tahun 1945, Ki Hadjar Dewantara kemudian diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri pengajaran Indonesia yang kini dikenal dengan nama Menteri Pendidikan. Berkat jaa-jasanya, ia kemudian dianugerahi Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada.

Selain itu ia juga dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan juga sebagai Pahlawan Nasional oleh presiden Soekarno ketika itu atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan bangsa Indonesia. Tanggal kelahiran beliau pun diperingati setiap tahun sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hadjar Dewantara Wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Wijaya Brata. Wajah beliau diabadikan pemerintah kedalam uang pecahan sebesar 20.000 rupiah.
 
 
READMORE
 

Biografi Pahlawan Nasional Abdul Muis

Abdul Muis

Nama: Abdul Muis
Gelar: Pahlawan Pergerakan Nasional
Dasar Hukum: Kepres No.218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959
Lahir: Kampung Sungai Puar, dekat Bukittinggi, 3 Juli 1883
Wafat: Bandung, 17 Juni 1959
Makam: Bandung


Abdul Muis lahir di Sungai Puar, dekat Bukittinggi, pada tanggal 3 Juli 1883. Ia pernah belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), tetapi tidak tamat. Beberapa lamanya ia bekerja sebagai pegawai negeri, kemudian menerjunkan diri di bidang kewartawanan. Karangannya banyak dimuat dalam harian De Express, berisi kecaman terhadap karangan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia. Karena karangan-karangan itu nama Muis mulai dikenal oleh masyarakat. Kegiatan berpolitik dimulai Muis dalam Sarekat Islam. Ia diangkat sebagai anggota Pengurus Besar.

Pada tahun 1913 Pemerintah Belanda bermaksud mengadakan perayaan untuk memperingati seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis. Beberapa orang tokoh pergerakan nasional mendirikan Komite Bumiputera yang berusaha menentang rencana tersebut. Abdul Muis ikut di dalamnya. Karena itu, ia ditangkap oleh Pemerintah Belanda.

Dalam Kongres Sarekat Islam (SI) tahun 1916 Muis menganjurkan agar SI bersiap-siap menempuh cara keras apabila cara lunak dalam menghadapi pemerintah jajahan tidak berhasil. Setahun kemudian, ia diutus ke Negeri Belanda sebagai anggota Komite Indie Weerbaar untuk membicarakan masalah pertahanan bagi Indonesia sehubungan dengan terjadinya Perang Dunia I. Selain itu, ia mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda agar di Indonesia didirikan sekolah teknik. Beberapa tahun kemudian di Bandung berdiri Technische Hooge School (sekarang Institut Teknologi Bandung atau ITB).

Dalam SI ia berjuang agar diadakan disiplin partai untuk mengeluarkan anggota-anggota yang sudah dipengaruhi oleh paham komunis. Ia sering berkunjung ke daerah-daerah untuk membela kepentingan rakyat kecil sambil membangkitkan semangat para pemuda agar giat berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air. Pada tahun 1922 Abdul Muis memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta. Karena kegiatan-kegiatan tersebut, Pemerintah Belanda menangkap dan mengasingkannya di Garut, Jawa Barat. Sesudah Indonesia merdeka ia tetap berada di Jawa Barat. Untuk membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan, didirikannya Persatuan Perjuangan Priangan.

Abdul Muis terkenal pula sebagai sastrawan. Sebuah hasil karyanya yang terkenal ialah Salah Asuhan. Ia meninggal dunia di Bandung pada tanggal 17 Juni 1959 dan dimakamkan di sana.
READMORE